KEMULIAAN YANG ABADI

KEMULIAAN YANG ABADI

Share This

 


Ulasan Pengajian Al-Hikam

Hari/ Tanggal : Jum'at, tanggal 17 Shafar 1443 H - 24 September 2021 M
Oleh  : Al Habib Abdul Qodir bin Ahmad bin Husein Assegaf


إِنْ أَرَدْتَ أَنْ يَكُوْنَ لَكَ عِزٌّ لَايَفْنَى فَلَاتَسْتَعِزَّنَّ بِعِزٍّ يَفْنَى

Jika engkau menginginkan kemuliaan yang tidak akan sirna, maka janganlah engkau merasa mulia dengan kemuliaan yang akan sirna.


          Yang dimaksud kemuliaan yang tidak rusak adalah bangga, merasa mulia dan merasa kaya dengan Allah serta dalam segala urusan bersandar kepada Allah. Merasa mulia dengan Allah disebut dengan kemuliaan yang tidak rusak dikarenakan Allah itu kekal dan tidak rusak. Maka bersandar dengan Allah Yang Maha Kekal merupakan kemuliaan yang kekal dan tidak rusak.

          Merasa mulia dengan Allah itu dengan taat kepada Allah atau dengan dekat kepada orang-orang yang dekat dengan Allah, yaitu para Aulia, para Ulama', para Arif billah. Dengan kita cinta, memuliakan, menghormati, dekat dengan mereka itu tanda kita dekat dengan Allah Ta'ala, sama seperti kita dekat dengan Allah.

          Berbangga dan merasa mulia dengan selain Allah, seperti harta, kebangsaan, istri yang cantik dan wajah yang tampan adalah kepalsuan dan kemuliaan yang akan rusak. Hal itu disebabkan apa yang dibanggakan itu sesuatu yang rusak dan tidak kekal. Maka barangsiapa yang berbangga diri dan merasa mulia dengan kepalsuan tersebut, ia akan binasa bersama apa yang ia benggakan. Orang yang berbangga dengan harta, maka ia akan binasa dan rusak bersama hartanya tersebut. Tidak ada manusia dan harta yang kekal.

          Tanda orang cinta itu dia sering menyebut orang yang dicintai, selalu mengingatnya, selalu membanggakannya, mengikuti jalannya, selalu mendo'akannya. Bukan hanya dilisan saja tapi pembuktian tidak ada, maka harus ada pembuktian.

مَنْ أَحَبَّ شَيْءً أَكْثَرَ مِنْ ذِكْرِهِ

Siapa yang mencintai sesuatu, maka dia akan selalu menyebutnya.

          Sayyidina Ali bin Abi Tholib karramallahu wajhahu berkata:

"مَنْ أَرَادَ الغِنَى بِغَيْرِ مَالٍ وَالكَثْرَةَ بِغَيْرِ عَشِيْرَةٍ فَلْيَنْتَقِلْ مِنْ ذُلِّ المَعْصِيَةِ إَلَى عِزِّ الطًّاعَةِ"

     "Barangsiapa menginginkan kekayaan tanpa harta dan merasa tidak sendiri tanpa famili, maka pindahlah dari kehinaan maksiat menuju kemuliaan taat."

          Jadi, seperti yang diucapkan Sayyidina Ali, orang yang meninggalkan kemaksiatan dan selalu melakukan ketaatan adalah orang yang kaya walaupun ia tidak mempunyai harta. Kaya dengan Allah, ia tidak lagi membutuhkan manusia karena ia sudah merasa kaya denga Allah. Walaupun ia dijauhi manusia tetapi ia tidak sendiri, ia bersama Allah. Tidak seperti sebagian manusia yang merasa sebatang kara ia dijauhi oleh famili atau orang lain.

          Diceritakan bahwa ada seseorang menasehati Raja Harus Ar-Rasyid. Sang raja marah kepada orang tersebut. Kemudian di memrintahkan agar orang itu diikat di atas bighal (kuda liar) yang jelek perangainya, yang suka menendang dan membahayakan orang yang menugganginya.

     "Ikatlah dia dibighal (kuda liar) agagr ia terbunuh oleh bighal tersebut," perintah raja Harun Ar-Rasyid kepada para pengawalnya. Perintah itu dilaksanakan, namun tidak terjadi apa-apa. Orang itu selamat.

     "Masukan dia ke rumah tahanan dan temboklah pinutnya dengan rapat," perintah raja Harun Ar-Rasyid selanjutnya. Apa yang diperintahkan sang raja dilaksanakan oleh anak buahnya. Namun tek lama kemudian orang yang dikurung dalam tahanan itu terliat sedang santai di taman istana, padahal pintu rumah tahanan itu sudah dibuntu. Kabar mengejutkan ini disampaikan kepada Harun Ar-Rasyid, lalu orang tu dibawa menghadapnya.

     "Siapa yang mengeluarkanmu dari rumah tahanan?" tanya Harun Ar-Rasyid. "Yang memasukan aku ke dalam taman," jawab orang itu. "Siapa yang memasukan dirimu ke dalam taman?" tanya Harun Ar-Rasyid selanjutnya. Orang itu menjawab :"Yang mengeluarkan aku dari rumah tahanan."

     Lalu raja Harun Ar-Rasyid memerintahkan kepada para pengawalnya untuk membawa orang itu keliling kota. Harun Ar-Rasyid berkata :"Naikkan orang itu ke atas kuda, bawalah ia keliling kota. Dan katakan pada semua orang 'Ketahuilah bahwa Harun Ar-Rasyid hendak menghinakan seorang hamba yang dimuliakan oleh Allah, tetapi dia tidak mampu melaksanakannya."

          Apabila seseorang tidak merasa mulia dengan Allah, bahkan ia merasa mulia dengan selain Allah, maka ia dalam puncak kehinaan dan ia akan terhina selama-lamanya.

          Manusia ada di antara dua pilihan, kemuliaan yang rusak ataukah kemuliaan abadi yang tidak rusak. Bila ia memiih kamuliaan abadi yang tidak rusak, yaitu merasa mulia dengan Allah Yang Maha Kekal maka tidak ada seorangpun yang bisa menghinakan dirinya. (A. mthr)



Wallahu a'lam bi Asshawab.

Mudah-mudahan bermanfaat.  https://t.me/darulihya

                                                          https://wa.me/c/6283141552774

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages