AL-HABIB ALI BIN ABDURRAHMAN AL-HABSYI (KWITANG)

AL-HABIB ALI BIN ABDURRAHMAN AL-HABSYI (KWITANG)

Share This

          Oleh : M. Farhan Nugraha (Santri Darul Ihya')

          Habib Ali Kwitang merupakan salah satu tokoh penting Habaib periode 1940- 1960. Beliau merupakan perintis majelis ta'lim di Tanah Betawi pada khususnya serta majelis-majelis ta'lim di seluruh Tanah Air ini pada umumnya. Semua itu berawal dari majelis taklim yang diadakannya di Kwitang , Jakarta Pusat yang merupakan cikal bakal berdirinya mejelis majelis ta'lim di Nusantara ini.
          Beliau adalah tokoh Ba'Alawi yang terkenal akan akhlaq dan budi pekertinya, sehingga banyak Masyarakat setempat tertarik dan sangat bersimpati. Setiap orang yang bertemu dengannya, pastilah mengatakan bahwa Habib Ali merupakan sosok keturunan Rasulullah SAW yang sebenarnya.
          Dikisahkan pada suatu malam rumah Habib Ali diketuk oleh seseorang yang bermaksud mengundang beliau untuk menghadiri acara selamatan. Setelah dibukakan pintu oleh isteri Habib Ali, orang tersebut menyampaikan maksud kedatangannya untuk mengundang Habib sepuh itu: "Maaf, habib sedang kurang enak badan, saat ini beliau sedang tidur." Ujar Isteri Habib Ali.
          Dengan tampak memelas orang itu memohon: "Tolong Syarifah, para undangan sudah mulai berdatangan ke tempat saya dan tidak ada satu ustadz pun yang mau menghadiri acara itu."
          Belum lagi isteri sang Habib itu menjawab, tiba-tiba Habib Ali dengan pakaian lengkap berdiri dibelakang isterinya dan mengajak si pengundang itu berangkat menuju lokasi. Bukan main girangnya orang tersebut seraya mencium tangan Habib Ali dan memeluknya. Ternyata rumah pria itu terletak di kawasan kumuh dekat rel kereta api. sesampainnya di acara tersebut, Habib Ali langsung memimpin pembacaan maulid dan menyampaikan taushiah (ceramah).
          Betapa gembiranya sang tuan rumah dan para tamu undangannya, karena acara sederhana itu berubah menjadi acara yang sangat istimewa karena dihadiri oleh seorang ulama kebanggaan Kota Jakarta. Kemudian tibalah acara penutup yaitu makan bersama, hidangan malam itu adalah nasi putih hangat dengan laut belut goreng.
          Habib Ali pun tertegun, karena beliau sangat tidak suka dengan belut, namun beliau tak ingin membuat tuan rumah kecewa, yang tentu sudah bersusah payah untuk menyiapkan makanan tersebut. Maka Habib sepuh itu pun berkata dengan santun: "Wah menunya lezat sekali, hingga saya jadi teringat isteri dan anak-anak saya. Maaf pak, apa boleh makanan saya ini dibungkus dan dibawa pulang agar saya bisa memakannya bersama keluarga di rumah.?"
          Tuan rumah yang mengira bahwa Habib Ali dan keluarganya sangat suka dengan belut itu membungkuskan nasi dan belut goreng untuk Habib Ali . Dengan ucapan terima kasih yang tak terhingga pria tersebut mengantarkan sang Habib hingga di depan pintu rumah Habib Ali.
           Keesokan harinya ketika matahari belum menampakkan sinarnya terdengar ketukan pintu di rumah Habib Ali, dengan bergegas Habib Ali pun membukakan pintu. Ternyata yang mengetuk pintu itu adalah pria yang mengundang Habib Ali semalam: "Maaf bib, nampaknya Habib dan keluarga sangat menyukai belut, kebetulan saya pedagang belut. Sebagai tambahan ucapan terima kasih saya dan keluarga atas kehadiran Habib semalam, kami memberikan sekedar lauk untuk Habib sekeluarga." kata orang tersebut sambil  menyerahkan seember besar belut segar. Habib Ali hanya bisa merenung melihat kepolosan tamunya itu, dengan menampakkan senyum gembira Habib Ali pun menerima pemberian itu sambil mengucapkan terima kasih berkali-kali.
          Begitulah Akhlaq para salafunassalihin, yang tidak memandang kepada orang lain dari sisi hartanya atau jabatannya, akhlaq yang patut kita teladani sebagai generasi penerusnya.

Wallahu'alam Bissawwab.


         

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages